Jumat, 04 Maret 2011

Gaya Parkir di Kota-Kota Besar

Gaya Parkir Orang Kota


Tiga surat pembaca muncul di sebuah harian terkenal Ibu Kota pada Mei - Oktober 1997. Isinya senada: memprotes pelayanan valet parking di dua hotel dan sebuah restoran di Jakarta Pusat dan Selatan. Hanya tiga surat. Tapi untuk sebuah pelayanan valet, tiga surat protes dalam lima bulan bisa membuat dek-dekan. Maklum, di negeri asalnya, Prancis, valet (tanpa parking) adalah sebuah kata yang langsung mengingatkan orang pada pelayanan parkir kelas atas tanpa cacat.
Kata valet berasal dari bahasa Prancis yang berarti pelayan. Keluarga kaya dan ningrat di Prancis memiliki valet de pied, pelayan khusus dengan seragam khusus untuk melayani tuan dan nyonya rumah. Istilah ini kemudian digunakan untuk kegiatan memarkir mobil. Dari Prancis, istilah ini menyeberang ke Amerika menjadi valet parking. Di negeri itu, pelayanan parkir model ini sudah menjadi bagian dari setiap acara besar--di luar hotel dan restoran bergengsi. Acara Piala Oscar, misalnya, selalu menyertakan valet parking. Bintang film akan melenggang meninggalkan mobil mahalnya begitu saja. Dan si petugas valet sigap menyambar kunci mobil lalu memarkirnya ke tempat yang aman.
Di Indonesia--Jakarta, tepatnya--valet parking diperkenalkan pada 1994. Yang ditawarkan valet semata-mata jasa. Tujuannya, agar si pemakai mobil tidak perlu berputar-putar mencari lokasi parkir dan memarkirnya sendiri. Cukup berhenti di depan pintu, lalu serahkan kunci ke petugas Valet Parkir yang berseragam rompi bergaris-garis hijau. Si pemilik mobil akan menerima sebuah tiket yang sekaligus menunjukkan biaya minimum yang harus dibayar pada saat mobil itu dikembalikan petugas ke pemiliknya. UntukCitra Valet Parking Rp 10.000.
Menurut Muslihun, biaya minimal ini untuk membayar parkir di lokasi tersebut. Biaya ini yang kemudian ditagihkan kembali ke konsumen dalam bentuk ongkos minimum. Sedangkan tipnya, terserah konsumen. Besarnya, menurut Muslihun, Rp 1000 hingga Rp 10.000." Bisa juga lebih dari itu. Amelia, seorang konsultan hubungan masyarakat di Jakarta, yang kerap menggunakan jasa valet di dalam dan luar negeri, menyebutkan bahwa ia biasa membayar Rp 10.000 untuk sekali menggunakan valet parking di Jakarta.
Selain menyewakan jasa pada beberapa tempat, Citra Valet Parking juga kerap mengelola acara pesta atau resepsi. Jasa ini tidak ditetapkan dengan patokan harga. Jadi, kelebihan pemasukan--di luar ongkos minimun--banyak bergantung pada tip konsumen. Dalam sebulan acara seperti ini bisa mencapai 2-3 event per bulan dengan kontrak bervariasi menurut  kesepakatan pengguna jasa serta jumlah undangan serta sulit tidaknya lokasi parkir yang akan di gunakan untuk lahan parkir serta banyaknya personil yang di gunakan.
Sebagai valet parking, Citra Valet Parkir  tidak punya hubungan operasional atau komitmen apa pun dengan PB Perparkiran DKI. Alasannya? "Kita tidak memungut biaya parkir dengan patokan harga tertentu, baik dari segi waktu maupun tempat. Yang membayar parkir si konsumen, kita hanya memarkirkan dan memperoleh tip dari situ. Makanya kita tidak punya hubungan apa-apa dengan dinas perparkiran," tutur alumni Universitas terkemuka di Jakarta ini.
Standar pelayanan valet berlaku internasional. Misalnya, si petugas tidak boleh mengubah tempat duduk karena akan membingungkan pemilik mobil saat ia harus menyetir kembali mobilnya.
Valet, dalam dunia Barat, sudah menjadi pola hidup yang sangat membudaya. Mobil mewah seperti BMW selalu menyertakan kunci khusus valet untuk setiap produknya. Sehingga si pemilik mobil masih menyimpan kunci pribadi selain kunci valet yang digunakan petugas. Jakarta kini sudah menjadi bagian dari budaya parkir internasional. Yang masih perlu dijaga, barangkali "budaya pelayanan"-nya. Sehingga orang tak perlu terus-menerus menulis surat protes di media massa untuk sebuah servis yang seharusnya tanpa cacat dari mutu dan citra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar